-->
  • Jelajahi

    Copyright © BATU BERTULIS NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Ikatan Cendekiawan Dayak Indonesia

    Ikatan Cendekiawan Dayak Indonesia

    Tanah Habis HGU Belum Kembali, PDKB Desak Negara Tegakkan Keadilan Agraria

    Bertulis Network
    Thursday, 9 October 2025, October 09, 2025 WIB

    Pemuda Dayak Kalimantan Barat 

    Batubertulisnews.com, Pontianak – Pemuda Dayak Kalimantan Barat (PDKB) secara tegas mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menghentikan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan segera mengembalikan tanah tersebut kepada pemilik sah, yaitu masyarakat adat dan lokal di Kalimantan Barat. Kamis, 9 Oktober 2025.


    Seruan ini muncul di tengah semakin kompleksnya konflik lahan dan agraria antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan di wilayah Kalbar. Sekretaris Umum Pemuda Dayak Kalimantan Barat, Kurnianto Rindang, S.P. menilai bahwa keberadaan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) justru memperkeruh situasi alih-alih memberikan solusi nyata.


    “Kami tidak anti terhadap kebijakan pemerintah, hanya saja kami melihat konflik perkebunan di Kalbar terus terjadi. Satgas PKH yang seharusnya hadir sebagai solusi, malah justru menambah persoalan dengan cara-cara represif seperti penyegelan. Ini bukan menyelesaikan, tapi menyingkirkan masyarakat dari haknya sendiri,” tegas Rindang.


    Status Tanah Tak Kunjung Kembali, Rakyat Jadi Korban


    Rindang menyampaikan bahwa permasalahan utama bukan terletak pada status kawasan atau penyegelan semata, melainkan pada gagalnya negara mengembalikan tanah yang telah habis masa HGU-nya kepada pemilik awal. Mengingat, perusahaan perkebunan sebagai pelaku pencaplokan lahan secara sistematis. yang ironisnya tetap mendapat perlindungan melalui perpanjangan izin dari pemerintah.


    “Yang mencuri lahan itu perusahaan. Tapi mengapa izinnya terus diperpanjang? Jika pemerintah, melalui Satgas PKH, memang berpihak pada rakyat, maka seharusnya semua HGU yang telah selesai langsung dikembalikan ke masyarakat. Itu baru keadilan,” ucapnya.


    Tanah Bukan Terlantar, Tapi Dirampas


    Sementara narasi "tanah terlantar" dan perambahan lahan perkebunan di kawasan hutan tanpa legalitas yang kerap digunakan sebagai dasar penyegelan, adalah bentuk pengaburan fakta. Menurut Rindang, tanah-tanah tersebut bukan tidak dikelola, melainkan sengaja disandera oleh birokrasi dan korporasi yang enggan mengembalikannya kepada masyarakat.


    “Kami mengira satgas PKH merupakan jawaban atas permasalahan lahan yang sudah selesai masa HGU-nya, ternyata melakukan penyegelan yang membuat konflik baru, seharusnya terkait status awal tanah itu dipinjam. Tapi ketika masa pinjamnya selesai, kok malah dibilang terlantar. Harusnya satgas PKH hadir disini dengan melakukan upaya mengembalikan tanah yang selesai masa HGU kepada pemiliknya (masyarakat), agar masyarakat bisa mengusahakan untuk menambah kebutuhan ekonomi mereka” ujar Rindang mempertanyakan.


    Desak Kebijakan Tegas dari Presiden Prabowo


    Melalui pernyataan terbuka ini, PDKB mendesak Presiden Prabowo agar segera mengevaluasi kebijakan pertanahan dan mengambil langkah konkret untuk menghentikan segala bentuk perpanjangan izin HGU yang tidak transparan serta mencabut izin perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar.


    Rindang menegaskan, jika Presiden ingin menunjukkan keberpihakan pada rakyat, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan tanah yang telah selesai masa HGU-nya kepada pemilik lahan dalam hal ini milik masyarakat, bukan kepada perusahaan-perusahaan yang selama ini justru merugikan.


    “Masyarakat Dayak ingin merasakan dampak ekonomi dari tanah mereka sendiri. Jangan biarkan mereka hanya jadi penonton di atas tanah leluhurnya. Negara harus hadir, bukan sebagai alat korporasi, tetapi sebagai pelindung rakyat,” pungkasnya.



    Isu pengembalian tanah pasca-HGU merupakan bagian dari problem struktural agraria di Indonesia. Desakan PDKB mencerminkan keresahan mendalam dari masyarakat adat terhadap ketidakadilan penguasaan tanah dan lemahnya komitmen negara dalam melakukan restitusi lahan. Pemerintah perlu menjawab dengan kebijakan yang berpihak dan menyentuh akar masalah, bukan sekadar pendekatan administratif dan penertiban simbolis. (Ite PDKB)

    Komentar

    Tampilkan